Friday, July 27, 2007

Usulan Pemanfaatan Silo RPC La Maddukelleng dan Sistem Resi Gudang untuk Membantu Petani Memperoleh Kredit Modal Kerja


Kehidupan petani selalu dirundung duka yang repetitif, dan pemerintah masih mengalami kesulitan dalam memecahkannya, dimana harga komoditas hasil pertanian selalu murah di musim panen dan mahal di saat paceklik, padahal saat paceklik tersebut mereka sudah tidak memiliki stok, dan secara otomatis berubah peran dari peran produsen menjadi konsumen.
Para petani memiliki posisi tawar rendah, karena sangat terbatasnya akses pasar dan informasi, kurang mendukungnya akses permodalan, dan risiko kredit yang tinggi, celakanya pada kondisi tersebut petani memerlukan dana segar sehingga terpaksa harus menjual hasil panennya kepada pengijon, penebas dan pengepul, karena pihak pebisnis ini mampu menyediakan dana segar dan nihil birokrasi.
Namun dibalik kemudahan tersebut tersedia banyak kesulitan yang melilit para petani, karena komoditasnya terpaksa dijual pada harga rendah, untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya produksi berikutnya dengan segera, dengan demikian petani tetap tidak akan sejahtera, walaupun berbagai subsidi telah diberlakukan pemerintah
Selain kendala harga jual yang tidak adil, mereka juga tidak memiliki akses kredit karena ketiadaan asset sebagai agunan, kondisi yang tidak menguntungkan tersebut selalu menjerat para petani, seakan tidak pernah ada solusi untuk mereka.
Kendati pun demikian, sesulit apapun upaya untuk melindungi petani harus senantiasa dicari solusinya. Sistem Resi Gudang (SRG) atau Warehouse Receipts System mungkin dapat menjadi alternatif baru pemecahan masalah petani. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang telah disahkan dan diundangkan pada tanggal 14 Juli 2006 yang bermaksud untuk mendukung terwujudnya kelancaran produksi dan distribusi barang, dimana sistem resi gudang dapat berperan sebagai jaminan instrumen pembiayaan.

Sistem Resi Gudang
Menurut UU No. 9 Tahun 2006, resi gudang adalah suatu tanda bukti penyimpanan barang yang dapat digunakan sebagai agunan untuk memperoleh kredit karena tanda bukti tersebut dijamin dengan adanya persediaan komoditi tertentu dalam pengawasan suatu gudang. Resi gudang juga merupakan instrumen keuangan yang dapat diperjualbelikan, dipertukarkan (swapped), dan dapat diterima sebagai alat pembayaran dalam perdagangan derivatif seperti penyerahan produk di pasar berjangka. Sedangkan gudang adalah semua ruangan yang tidak bergerak dan tidak dapat dipindah-pindahkan dengan tujuan tidak dikunjungi oleh umum, tetapi untuk dipakai khusus sebagai tempat penyimpanan barang yang dapat diperdagangkan secara umum.
Sistem resi gudang bermanfaat bagi UKM dan kelompok tani yang hidupnya bergantung pada sektor agribisnis, pertanian, perkebunan, perikanan dan lain-lain, dimana karakter pelaku usaha tersebut pada umumnya (1) tidak memiliki agunan, (2) akses pembiayaan yang rendah,(3) terbatasnya infornasi harga dan permintaan, (4) posisi tawar yang rendah, dan (5) membutuhkan dukungan likuiditas modal kerja, sehingga kelemahan tersebut merupakan hambatan struktural yang selalu melekat pada pelaku bisnis ini, padahal mereka memiliki kontribusi besar terhadap pembentukan indikator-indikator ekonomi makro.
Ada banyak hal yang diatur UU No. 9 Tahun 2006, namun untuk sederhananya, terdapat 3 pihak yang saling bertransaksi yakni, (1) pemilik barang sebagai pemegang resi gudang (petani, pedagang dan koperasi), (2) pengelola gudang adalah pihak yang menerbitkan resi gudang, yang melakukan usaha pergudangan, baik gudang milik sendiri maupun milik orang lain yang bertugas melakukan penyimpanan, pemeliharaan dan pengawasan barang yang disimpan oleh pemilik barang, dan (3) bank sebagai pemberi kredit modal kerja dengan agunan resi gudang. Dalam hal ini RPC Wajo dapat bertindak sebagai pengelola gudang.
Pada saat musim panen, dimana saat itu harga padi rendah, petani dapat menunda penjualan dengan menitipkan hasil panennya ke pengelola gudang. Petani akan mendapatkan resi gudang dari pengelola gudang sebagai bukti kepemilikan barang. Petani dapat mengambil pinjaman dari bank dengan jaminan resigudangnya untuk membiayai produksi musim berikutnya. Bank dapat memberikan pinjaman sebesar 70%-80% dari nilai pasar gabah saat itu. Dengan demikian petani dapat tenang menghadapi musim tanam berikutnya sambil berharap harga pasar gabahnya naik setelah panen raya berakhir.
Jika harga padi naik akibat menipisnya stok yang dimiliki pabrik penggilingan beras dan sudah mencapai tingkat yang diinginkan petani, selanjutnya petani (melalui bank) menjual komoditasnya yang dititipkan pada pengelola gudang kepada pedagang dan pabrik penggilingan beras. Selisih positif antara harga saat musim panen dengan harga optimum di pasar spot, dipotong jasa pergudangan dan bunga bank adalah merupakan keuntungan petani, dimana selama ini selalu menjadi keuntungan yang dinikmati para tengkulak, pengijon, penebas, maupun pengepul. Dengan demikian para petani yang terdesak kebutuhan membayar hutang dan kebutuhan hidup tidak harus tergesa menjual hasil panennya pada saat harga murah, dalam konteks ini petani akan mampu melakukan penundaan penjualan hasil panennya, tetapi biaya hidup dan biaya produksi berikutnya dapat dipenuhi.
Regulasi ini menjanjikan harapan cerah bagi perbaikan taraf hidup petani, khususnya petani kecil yang selama ini mendapat pinjaman modal kerja dari para pengijo yang memanfaatkan pinjamannya sebagai alat pemerasan. Masyarakat petani dapat menikmati harga yang tinggi, sedangkan pemerintah akan mampu mendeteksi data dan mengendalikan jumlah stok beras nasional. Ke depan, sistem resi gudang dapat menjadi embrio terbentuknya pasar komoditi berjangka sebagai sarana lindung nilai (hedging).

Silo RPC La Maddukelleng
Kabupaten Wajo sebagai salah satu lumbung beras di Propinsi Sulawesi Selatan saat ini telah memiliki Rice Processing Complex (RPC) La Maddukelleng lengkap dengan Silo untuk menyimpan stok gabah berkapasitas 900 ton. RPC juga dilengkapi dengan dua unit mesin pengering gabah (dryer) sehingga dapat menampung gabah yang baru dipanen untuk dikeringkan terlebih dahulu.
Dibanding dengan sistem pergudangan biasa, sistem silo RPC jelas memiliki banyak keunggulan antara lain. Silo RPC dilengkapi sistem kontrol suhu penyimpanan otomatis sehingga suhu ideal penyimpanan gabah terjamin. Bangunan silo dirancang bebas gangguan hama tikus dan serangga (kecuali jika gabah sudah mengandung hama dari lapangan) yang dapat menurunkan kualitas dan kuantitas gabah. Sistem pemasukan dan pengeluaran gabah dilakukan secara otomatis sehingga mengurangi biaya buruh. Buruh hanya dibutuhkan saat pengeluaran dan pengemasan gabah dari silo jika petani memilih digiling di luar kompleks RPC. Sebelum gabah dimasukan kedalam silo, gabah terlebih dahulu dibersihkan dengan mesin pembersih gabah yang menjamin gabah bebas dari kotoran batang padi, batu dan benda asing lainnya. Penimbangan gabah dilakukan secara digital dan terkomputerisasi. Setelah melalui penimbangan, gabah kemudian dikeringkan dengan sistem pengering otomatis sampai pada kadar air yang ideal untuk penyimpanan jangka panjang (kurang lebih 11%). Sistem RPC memungkinkan gabah disimpan selama 1 tahun tanpa penurunan kualitas yang berarti.
Disamping kelebihan, juga terdapat kelemahan dalam penggunaan silo RPC untuk menjalankan sistem resi gudang (SRG). Hal ini disebabkan Silo RPC dibangun khusus untuk kebutuhan stok internal pabrik. Oleh karena itu perlu penyesuaian beberapa bagian sehingga dapat mengakomodasi kebutuhan internal RPC dan sekaligus pihak eksternal (Petani) yang memanfaatkan jasa sewa silo.
Penyesuaian itu antara lain sistem pengeluaran gabah untuk dikirim ke luar RPC maupun untuk digiling di dalam RPC. Pada saat gabah dikeluarkan harus ditimbang terlebih dahulu. Penimbangan otomatis hanya terpasang untuk jalur masuk ke silo sehingga pada saat pengeluran gabah tidak dapat dilakukan penimbangan secara otomatis. Hal ini dapat menimbulkan keraguan jika pada saat pengeluaran gabah, penimbangan dilakukan secara manual menggunakan timbangan biasa. Kesulitan yang sama juga muncul bila gabah hendak digiling langsung di RPC. Dalam hal ini, RPC cukup menambah pekerjaan buruh timbang dan investasi untuk pembuatan saluran pemasukan gabah pada bucket elevator yang menuju mesin penggilingan dan pengadaan timbangan manual yang memiliki sistem pembacaan digital (dengan tingkat akurasi yang baik).
Sistem resi gudang menuntut jaminan kualitas fisik barang sama dengan yang tercantum dalam dokumen resi gudang. Oleh karena itu RPC tidak dapat menampung semua jenis gabah dari petani karena silo RPC tidak dapat disekat-sekatat berdasarkan jenis gabah sebagaimana sistem pergudangan biasa. Silo RPC hanya boleh menampung gabah yang berasal dari varietas dan kualitas yang sama sementara di lapangan tidak terdapat keseragaman varietas padi yang ditanam. Oleh karena itu target prioritas sistem resi gudang RPC adalah petani atau kelompok tani peserta program revitalisasi pertanian pemerintah yang mendapat pembagian bibit hibrida maupun bibit padi unggul. Dengan demikian RPC dapat bekerja sama dengan Dinas Pertanian dan perbankan memberikan insentif kepada petani berupa fasilitas pinjaman yang dijamin oleh resi gudang petani itu sendiri.
RPC dapat menerima gabah petani baik dalam bentuk gabah kering panen (GKP) maupun gabah kering giling (GKG). GKP adalah gabah yang baru dipanen satu sampai tiga hari yang hanya kering udara (diangin-anginkan) dengan kadar air sekitar 17%-23%. Sedangkan GKG adalah gabah yang sudah siap digiling yang dikeringkan dengan cara dijemur di matahari atau dengan mesin pengering dengan kadar air sekitar 13%-14%. GKG yang melalui proses penjemuran matahari memiliki kualitas yang lebih rendah dibanding dengan menggunakan mesin pengering. Rendahnya kualitas tersebut berupa butir pecah yang tinggi dan warna beras yang kusam akibat gabah terendam air hujan saat di lantai jemur. Umumnya saat panen petani yang tidak memiliki lantai jemur segera menjual hasil panennya dalam bentuk GKP. Sementara itu GKG umumnya dimiliki pengusaha penggilingan yang memiliki lantai jemur. Risiko jika RPC menerima gabah dalam bentuk GKG adalah kualitas pengeringan yang tidak terjamin sehingga gabah kualitas rendah dapat bercampur dengan gabah yang berkualitas baik di silo. Untuk menunjukan keberpihakan kepada petani kecil dan mendapatkan jaminan kualitas gabah yang seragam maka sebaiknya sistem resi gudang RPC hanya menerima dalam bentuk GKP saja terutama yang berasal dari petani peserta program revitalisasi pertanian.

Dukungan Perbankan

Pada prinsipnya tidak ada hambatan dari perbankan untuk menerima resi gudang sebagai agunan dalam pemberian kredit, sepanjang sistem resi gudang ini telah berjalan dengan baik. Dalam rangka mewujudkan sistem resi gudang yang dapat dipercaya dibutuhkan dukungan infrastruktur yang memadai, baik dari sisi kelembagaan maupun dari sisi yuridis berupa peraturan pelaksanaan sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang (Permana dan Kuntari, 2006).
Berdasarkan pengalaman di beberapa negara, supaya sistem resi gudang ini dapat dijalankan dengan efisien, maka harus dipenuhi beberapa faktor yaitu: adanya ketentuan hukum yang jelas dan dipatuhi sehingga hak pemegang resi gudang dapat terjamin, adanya performance guarantee dan adanya sistem inspeksi dan sertifikasi yang diakui. Saat ini BI telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 9/6/2007 tentang penilaian kualitas aktiva bank umum antara lain mengatur tentang resi gudang, bahwa resi gudang sebagai akses yang bisa dimiliki oleh bank dan dapat dikategorikan sebagai surat berharga.
Selama ini perbankan lebih memilih agunan berupa tanah karena nilainya yang cenderung meningkat, ketentuan hukum lebih jelas, dan penjualan yang lebih lebih mudah karena jumlah pembeli relatif banyak, daripada barang komoditi yang nilainya cenderung menurun dan harga yang tidak stabil. Namun dengan adanya Sistem Resi Gudang, diharapkan Perbankan akan lebih tertarik untuk menerima agunan berupa Resi Gudang, karena adanya jaminan kepastian hukum, harga yang lebih stabil dan kualitas yang tetap terjaga.
Untuk perbankan syariah, Bank Syariah Mandiri telah merintis pembiayaan resi gudang berbasis syariah. Pembiayaan resi gudang konvensional dan syariah hanya berbeda dari sisi akad. Untuk resi gudang syariah, akad yang dipakai bisa berupa musyarakah (modal sebagian dari bank, sebagian nasabah), mudharabah (modal hanya dari bank), dan murabahah (prinsip jual beli, bank menetapkan margin). Sedang dalam cara konvensional, pemberian kredit diikuti dengan kewajiban membayar bunga.

Pengalaman Implementasi SRG
Sucofindo sejak tahun 2000 telah memprakarsai adanya SRG. Proyek rintisan resi gudang tersebut dilaksanakan di Lampung untuk komoditas kopi dan lada serta di Makassar untuk komoditas cokelat. Proyek rintisan ini didukung pula oleh PT BGR –sebuah BUMN yang bergerak di bidang pergudangan- sebagi penyedia tempat dan pengelola, PT KBI (Kliring Berjangka Indonesia) yang bertindak selaku penjamin, serta Bank Niaga sebagai bank pelaksana. Dalam hubungan ini Departemen Perdagangan juga berperanserta sebagai pembina proyek tersebut.
Sistem resi gudang sudah lama diterapkan oleh PT. Bhanda Graha Reksa (BGR), BUMN yang bergerak di bidang pergudangan, untuk melayani perusahaan exportir. Hambatan penerapan SRG terhadap komoditi gabah menurut CEO BGR diantaranya standardisasi tingkat kekeringan gabah. Ini terjadi karena para petani masih menggunakan peralatan konvensional dalam mengeringkan gabah mereka. Tingkat kekeringan gabah yang memenuhi standar yang ditetapkan sangat penting. Sebab jika tidak dikhawatirkan gabah tersebut akan berubah warna pada saat disimpan. Jika hal itu terjadi berarti gabah jika dijual lagi harganya akan turun dan itu berarti kerugian bagi penerbit resi gudang.
Pemerintah Kabupaten Subang saat ini akan melaksanakan program SRG guna menanggulangi permasalahan anjloknya harga gabah yang membuat petani merugi. Melalui program itu, meskipun gabah belum dijual, pada saat gabah masuk ke gudang penyimpanan, petani selain menerima resi atas jumlah gabah yang disimpannya juga telah dapat menerima pembayaran sebesar 70% dari harga gabah yang disimpan dengan patokan harga pasaran yang ada saat itu. Hingga petani tetap dapat memenuhi kebutuhannya dari pembayaran 70% atas gabah yang dimilikinya. Untuk menyimpan gabah dalam gudang yang tersedia, petani harus membayar jasa fasilitas gudang di samping membayar bunga atas pembayaran 70% dari uang yang telah diterima. Namun besaran uang jasa gudang dan bunga akan ditekan seminimal mungkin hingga petani tetap diuntungkan lewat program tersebut.
Pemanfaatn sistem resi gudang telah lama menjadi bagian integral perekonomian negara maju namun penerapannya di negara berkembang masih dalam tahap perkenalan. Pengalaman India menunjukan walaupun telah didukung oleh sejumlah regulasi, campur tangan pemerintah mengendalikan harga dalam negeri telah menyebabkan terhambatnya perkembangan industri pergudangan dan terbatasnya permintaan kredit berbasis jaminan resi gudang. Sistem pembiayaan di Mali selama 1987 – 1988, sebagian ditunjang oleh resi gudang. Ghana telah merintis proyek pengembangan komoditas jagung yang dibiayai oleh African Development Bank. Pada tahun 1993, departemen pertanian Turki telah memperkenalkan sistem resi gudang dimana petani dapat menitipkan barangnya di fasilitas gudang pemerintah dan mendapatkan resi gudang. Ketidakpastian jaminan kualitas barang dalam resi gudang yang diterbitkan dan rendahnya imbal hasil telah mengurangi gairah penggunaan resi gudang di Turki. Sejumlah negara di Amerika Latin telah menerapkan sistem resi gudang. Dalam banyak kasus, instrumen ini tidak begitu luas digunakan karena rendahnya imbal hasi akibat kebijakan pemerintah, tingkat bunga yang tinggi, peraturan hukum yang lemah (aturan jaminan, proses likuidasi, dan hak kepemilikan properti). FORMA, organisasi industri gula Meksiko, menggunakan resi gudang untuk mendapatkan kredit jangka pendek bagi pabrik gula dalam negeri dari perusahaan pembiayaan asal AS, Prudential Securities. Kemajuan yang lebih berarti dicapai di Afrika Selatan, sistem resi gudang telah menjadi bagian integral SAFEX, bursa komoditi berjangka yang maju (Varangis and Larson, 1996).

Penutup
Sistem resi gudang dapat meningkatkan pendapatan petani dan menstabilkan harga pasar sepanjang tahun dengan dimungkinkannya petani memperpanjang masa penjualan hasil panennya sepanjang tahun. Sistem resi gudang juga diharapkan mampu meningkatkan porsi pembiayan perbankan ke sektor pertanian dengan menjadikan komoditas pertanian sebagai jaminan yang aman bagi perbankan. Kedepan, sistem resi gudang dapat memperkuat jaringan pasar komoditas berjangka sebagai sarana lindung nilai (hedging) komoditas pertanian.
SGR dapat mendorong petani memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Petani akan terpacu untuk meningkatkan kualitas produknya karena hanya produk yang memenuhi standar kualitas yang bisa dikonversikan menjadi resi gudang.
Dengan penerapan SGR, RPC La Maddukelleng sebagai kebanggaan masyarakat Wajo akan benar-benar dirasakan keberpihakannya kepada petani kecil yang menjadi bagian terbesar masyarakat. Sistem resi gudang juga dapat menjamin pasokan gabah yang berkualitas bagi kebutuhan internal RPC di saat pasokan gabah dari luar berkurang.

By:
Andi M F Avandy,MM

Pustaka
Permana, A.R., dan Y Kuntari. Selayang Pandang Undang-Undang Sistem Resi Gudang, BULETIN HUKUM PERBANKAN DAN KEBANKSENTRALAN Volume 4 Nomor 2, Agustus 2006
Varangis, P. and D. Larson. 1996. “How warehouse receipts help commodity trading and financing”. DEC notes Development Trends no. 21, September 1996, World Bank.